Pages

Rabu, 08 Februari 2012

open source

“Open source adalah metode pengembangan software yang menyertakan source code, dan mengizinkan pemakaian atau perubahan seperti apapun terhadap source code tersebut. Jadi, open source merupakan cara pengembangan/distribusi software yang membolehkan siapapun memperoleh, mengubah, dan mendistribusi ulang software tersebut.”
Jika diterjemahkan secara langsung, open source berarti “sumber yang terbuka”. Maksudnya adalah kode sumber yang tidak tertutup (proprietary) sehingga membuat software open source dapat dikembangkan oleh siapapun. Tidak hanya software, namun juga dokumentasinya.
Sebuah software diciptakan dengan menulis kode, dan mengubahnya dalam bentuk bahasa mesin yang membuat barisan kode tersebut dapat dijalankan oleh mesin yang kemudian membentuk ilusi di otak kita tentang sebuah alat kerja maya yang kita sepakat menyebutnya, software. Terlepas dari bahasa apapun yang digunakan oleh sang coder, entah C++, Java, PHP, Perl, Pascal, BASIC, atau bahkan Nusa, software adalah kumpulan kode algoritma yang terstruktur. Setelah ditulis, kode perlu diubah ke bentuk biner untuk bisa dijalankan oleh prosesor komputer. Komputer tidak mengerti, memahami, atau bahkan memroses informasi apapun, kecuali dua angka biner nol dan satu. Proses membuat program inilah yang sering dilewatkan oleh pendidik, guru, bahkan siswa manapun di Indonesia, sehingga banyak terjadi kesalahpahaman dan akhirnya menganggap komputer adalah benda ajaib. Tidak, komputer hanyalah benda idiot yang fantastis karena mampu melakukan kalkulasi biner jutaan bahkan milyaran kali per detiknya. Inilah yang membuat komputer begitu spesial. Bagaimana siswa memahami software tanpa mengetahui proses membuatnya?

Seperti yang telah dijelaskan, software adalah kumpulan kode algoritma yang terstruktur. Sebagian orang merasa memiliki kelebihan pada otak kirinya, dan merasa logika mereka bagus. Tentu itu semua mereka buktikan dengan membuat software yang sepadan dengan intelegensi mereka, seperti Photoshop, 3D Studio Max, Maya, AutoCAD, Microsoft Office, Mc Afee Antivirus, dan lainnya. Lihat betapa gemilangnya semua software itu! Kita semua mengerti sifat alami manusia adalah memanfaatkan apa yang mereka miliki. Mereka semua memberikan harga pada software yang mereka buat, karena mereka memang berhak menjual hasil peras otak itu. Tidak sedikit biaya dibutuhkan untuk mengembangkan software seperti itu, lihat saja 3D Studio Max. Betapa kompleks dan hebatnya software itu! Sangat profesional dan tentu juga mahal! Harganya bisa ribuan dollar, sepadan dengan hasil yang bisa diraih jika anda bisa memanfaatkan 3D Studio Max dengan baik. Membuat sebuah film yang masuk box-office misal? Berapa keuntungan kotor produsen film yang laris karena segmen 3D-nya memakai 3d Studio Max? Pantaslah jika dihargai sebesar itu. Namun harga yang jujur tersebut hanya dibalas dengan bayar yang jujur di negeri orang. Juga negeri lain yang telah sadar pentingnya HAKI. Namun di negeri kita? Dianggap gila jika anda bersikeras membeli software aslinya hanya karena anda ingin memperbaiki apresiasi HAKI di Indonesia. Kata mereka, “Jangan sok idealis jadi orang!”.
Bagi sebagian besar orang, software sama halnya dengan kerajinan tangan. Kita bebas menjualbelikannya. Dan tentu haruslah suatu software dilindungi oleh peraturan copypaste yang disebut HAKI. Setiap orang harus menghargai HAKI yang sudah susah payah dikembangkan. Pembajakan adalah kejahatan. Orang IT sejati pasti mengerti kalimat ini, dan menghargainya. Kenapa di Indonesia tidak terdapat apresiasi terhadap HAKI? (ditulis demikian karena mengatakan “ADA” terlalu bersiko). Jawabnya karena orang Indonesia belum merasakan lelahnya mencipta software. Ada, banyak sekali programmer bagus di Indonesia, namun apakah orang Indonesia sendiri tahu mereka ada? Apa jumlahnya cukup untuk dibandingkan dengan vendor software luar? Apakah ISV Indonesia sudah banyak yang sukses? Belum. Kita masih terlalu tertinggal dengan negara lain soal pengembangan infrastruktur IT. Karena pengetahuan kita masih kurang tentang IT maka penghargaan kita terhadap adikaryanya juga masih kurang. Coba lihat, apa Transtool anda dibeli dengan harga 5000 perak? Atau pinjam dari teman? Bahkan software buatan bangsa sendiripun tidak dihargai sama sekali. Sebetulnya, hal ini didasari oleh si(kap)fat orang Indonesia sendiri yang suka tidak mau tahu kesusahan orang lain. Pendidikan dasar amat berpengaruh terhadap si(kap)fat suatu bangsa.
Adakah solusi untuk memperbaiki sikap bagsa kita yang terpuruk ini? Maukah bangsa kita disebut maling oleh bangsa lain? Seandainya kita bangsa yang cukup uang, mungkin tiap software yang kita perlu bisa kita beli dengan uang kita sendiri. Jumlah pembajakan bisa ditekan meski mustahil menihilkannya. Cara satu-satunya adalah membenahi pendidikan kita yang terlalu sombong dan sama sekali tidak pernah memberikan pendidikan sesungguhnya pada siswa akan pentingnya budi pekerti. Apa jadinya jika Bung Karno masih hidup sekarang? Mungkin menangis. Namun diantara chaos ini ada sebuah solusi baru yang muncul di hadapan kita, open source namanya.
Open Source, Jalan Keluar Mengurangi Pembajakan Di Indonesia?
Memang, inilah sebuah jalan keluar yang amat cocok untuk negara berkembang seperti Indonesia ini. Jika dipaksa memakai software proprietary asli, dipastikan mustahil karena masih banyak orang belum mampu membeli lisensi asli. Dengan metode open source anda tidak akan dipusingkan masalah HAKi (jika anda suka pusing) dan memudahkan anak Indonesia belajar bagaimana software dikembangkan. Visual Basic adalah contoh sebuah IDE pemrograman yang proprietary, alias harus bayar (mahal) untuk bisa belajar membuat program. Bagi orang Indonesia, mengeluarkan uang 2 juta rupiah untuk membeli sebuah lisensi IDE masih merupakan hal gila. Banyak sekolah yang mengajarkan Visual Basic programming, namun tidak ada yang memakai versi original. Semuanya bajakan.
Dalam hal desain grafis 2D, Photoshop adalah kaisar, bukan raja. Semua sekolah memakainya. Namun sangat menyedihkan semuanya bajakan. Desain 3D, animasi 3D, computer aided design, memakai 3D Studio Max dan AutoCAD yang harganya hampir 40 juta. Menyedihkan juga semua pakai bajakan. Desain web semua sekolah maupun perguruan tinggi memakai Dreamweaver. Banyak buku tutorial mengulas tuntas cara pakainya. Namun yakinlah semuanya memakai software bajakan. Hanya sedikit dari kita semua yang sadar.
Dengan memakai open source software, kita dapat mengurangi pembajakan ini. Open source software juga cocok untuk pendidikan. Bukan hanya pendidikan secara teknis saja, melainkan juga mendidik moral manusia Indonesia agar belajar menghargai karya orang lain. Open source software digunakan mengerjakan pekerjaan dasar komputer seperti mengolah kata, membuat presentasi, mengedit dan menata gambar, serta editing multimedia. Tugas berat juga dapat dilakukan open source software seperti membuat model/animasi 3D, kalkulasi matematika/ fisika rumit, membangun website, membangun webserver, dan lain sebagainya. Dalam hal open source software, Linux adalah OS yang menjadi panggungnya. Sebagian besar open source software lahir di Linux, karena para pembuat linux adalah pioneer open source. Mereka membuat OS open source yang dinamakan Linux dan membuat open source software di atas Linux juga.
Dengan memakai solusi open source, bangsa Indonesia bisa lepas dari keterpurukan piracy yang selama ini merajalela. Namun tentu tidak mungkin semuanya selesai dalam satu waktu, semuanya memerlukan waktu..

0 komentar:

Posting Komentar